Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) menyetujui ditetapkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Perbukuan menjadi Undang-Undang (UU) Sistem Perbukuan. Penetapan tersebut dilakukan pada Rapat Pembahasan Tingkat II atau Paripurna, di Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27-04-2017). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan terima kasih atas prakarsa dan dukungan yang diberikan DPR-RI dalam penyusunan RUU Sistem Perbukuan. “Sistem perbukuan dapat menjawab berbagai permasalahan dan tantangan perbukuan secara nasional, dalam rangka mendorong tumbuhnya literasi masyarakat agar dapat berperan lebih baik dalam tingkat global,” ujar Mendikbud usai rapat paripurna.
UU Sistem Perbukuan yang merupakan inisiatif DPR-RI, dalam pembahasannya melibatkan lima kementerian, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai koordinator tim antar kementerian, dengan anggota di antaranya Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti); Kementerian Agama (Kemenag); Kementerian Perdagangan (Kemendag); Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB); dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Adapun pokok-pokok yang diatur dalam UU, adalah menjamin ketersediaan buku bermutu, murah, dan merata baik buku umum maupun buku pendidikan. Undang-Undang ini juga menjamin penerbitan buku bermutu dan pengawasan buku yang beredar; menjamin perlindungan dan kepastian hukum bagi pelaku perbukuan. Selain itu, memberikan jaminan kepada peluang tumbuh dan berkembangnya dunia perbukuan nasional. Serta memperjelas tugas dan fungsi serta kedudukan Pemerintah, pelaku perbukuan dan masyarakat dalam mengembangkan ekosistem perbukuan.
UU Sistem Perbukuan yang baru disahkan, terdiri dari XII Bab dan 72 Pasal. Bab I berisi ketentuan umum. Bab II mengatur mengenai bentuk, jenis, dan isi buku. Bab III memuat aturan terkait hak dan kewajiban masyarakat dan pelaku perbukuan. Sementara itu, Bab IV mengatur mengenai wewenang dan tanggung jawab pemerintah baik pusat dan daerah.
“Perlu disadari bahwa bangsa yang memiliki budaya literasi yang baik merupakan salah satu ciri bangsa yang cerdas, dan masyarakat mampu memaknai dan memanfaatkan informasi secara kritis untuk meningkatkan kualitas hidup. Pemenuhan pemilikan budaya literasi ini antara lain dapat didorong dan dikembangkan melalui ketersediaan buku yang bermutu, murah atau terjangkau, dan merata,” jelas Mendikbud.
UU Sistem Perbukuan tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan berekspresi dan berkreasi, tetapi ingin mendorong kreativitas secara bertanggungjawab dengan berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan jati diri bangsa. “Pengawasan terhadap buku dilaksanakan tetap mengedepankan prinsip-prinsip edukatif dan preventif,” tegas Mendikbud.
Setelah RUU Sistem Perbukuan ditetapkan menjadi undang-undang, maka pemerintah akan segera menyiapkan peraturan pelaksanaan, kelembagaan, dan sosialisasi melalui berbagai forum dan media kepada masyarakat dan pemangku kepentingan