Kamis , 21 November 2024

Pendidikan Menengah Universal Sebagai Lompatan yang Signifikan dalam Layanan Pendidikan

A.        LATAR BELAKANG MASALAH

Persaingan global di segala bidang kini sedang melanda negara-negara di dunia. Bagi Negara maju, mungkin adanya persaingan global hanya menuntut mereka untuk menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan negara-negara yang lain. Tetapi bagi negara berkembang seperti Indonesia, adanya persaingan global menuntut untuk meningkatkan segala sektor negara baik politik, ekonomi, pendidikan maupun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

Peningkatan semua sektor tentunya dilaksanakan melalui pembangunan bangsa. Dalam upaya pembangunan bangsa, tampaknya pengembangan sumber daya manusia adalah yang paling penting dan utama jika dibandingkan dengan pengembangan sumber daya alam, meskipun antara keduanya saling berkaitan dan tak terpisahkan. Oleh karena itu, pembangunan manusia seutuhnya perlu diwujudkan dengan sebaik-baiknya sehingga diperlukan pendekatan-pendekatan yang baik.

Pendidikan adalah sarana utama didalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa pendidikan akan sulit diperoleh hasil dari kualitas sumber daya manusia yang maksimal. Kebutuhan akan pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri, bahkan semua itu merupakan hak semua warga negara. Sebagaimana yang termaktub di dalam UUD’45 pasal 31 ayat (1) secara tegas menyebutkan bahwa : “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.

Dengan demikian pendidikan yang bermutu bukanlah milik suatu kelompok atau perseorangan, akan tetapi pendidikan adalah hak semua warga negara tanpa membedakan suku, agam, ataupun kasta.

Menyikapi hal itu adalah sesuatu yang wajar jika pemerintah melalui keputusan menteri pendidikan nasional telah mencanangkan kewajiban belajar 9 tahun. Bahkan untuk meminimalisir jumlah angka putus sekolah dan agar seluruh warga usia sekolah berkesempatan untuk menikmati pendidikan, pemerintah berupaya mencanangkan Pendidikan Menengah Universal.

B.       RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka dirumuskan beberapa masalah yaitu:

1.   Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU)?

2.   Apakah kemungkinan dampak positif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan Menengah Universal (PMU)?

3.   Apakah kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan Menengah Universal (PMU)?

C.      TUJUAN

Berdasarkan rumusan masalah yang dituliskan, maka tujuan yang akan dicapai adalah:

1.  Mengetahui pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU).

2.  Mengetahui kemungkinan dampak positif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan Menengah Universal (PMU).

3.  Mengetahui kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi dari diselenggarakannya Pendidikan Menengah Universal (PMU).

D.   TEORI

  1. Pendidikan Menengah Universal (PMU)

Istilah Pendidikan Menengah Universal yang selanjutnya disingkat dengan PMU merupakan rintisan wajib belajar 12 tahun. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menjelaskan Pendidikan Menengah Universal 12 Tahun ditempuh untuk menjaring usia produktif di Indonesia. Pemerintah akan mewajibkan program Pendidikan Menengah Universal (PMU) atau pendidikan gratis hingga SMA pada 2013 mendatang.

Nama Pendidikan menengah Universal (PMU) diambil karena sebagai rintisan di mana belum adanya peraturan perundangan yang mewajibkan Wajib Belajar 12 Tahun. Oleh karena itu, pemerintah berencana mengamandemen Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur soal wajib belajar 9 tahun menjadi wajib belajar 12 tahun.

  1. Sasaran Pendidikan Menengah Universal (PMU)

Penyelenggaraan Pendidikan Menengah Universal (PMU) tentunya tidak asal saja tetapi juga mempunyai sasaran yang ingin dicapai atau tujuan dari pelaksanaanya. Dalam pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU) ada tiga sasaran yang ingin dicapai, yaitu:

  1. Meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah

Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Misal, APK SMA sama dengan jumlah siswa yang duduk di bangku SMA dibagi dengan jumlah penduduk kelompok usia 16 sampai 18 tahun.

APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan.

  1. Memperkecil disparitas antar daerah

Disparitas dapat diartikan dengan perbedaan. Jadi, memperkecil disparitas antar daerah dapat diartikan dengan memperkecil perbedaan antar daerah khususnya dalam bidang pendidikan.

  1. Memperkuat pelayanan pendidikan vokasi

Istilah vokasi digunakan untuk program pendidikan menggantikan istilah profesional atau profesi. Istilah vokasi diturunkan dari bahasa Inggris, vocation, yang sama artinya dengan profession. Di Amerika Serikat, vokasi digunakan untuk menyebut pengelompokan sekolah kejuruan seperti di Indonesia.

Menurut Pavlova (2009) yang diambil dari makalah Dr. Putu Sudira, M. P, tradisi dari pendidikan kejuruan atau vokasi adalah menyiapkan peserta didik untuk bekerja. Pendidikan dan pelatihan kejuruan/vokasi menyiapkan terbentuknya perilaku, sikap, kebiasaan kerja dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia usaha dan industri. Pendidikan kejuruan/vokasi merupakan pendidikan pengembangan bakat untuk bekerja dalam bidang-bidag tertentu.

Jadi, dapat dikatakan bahwa pendidikan vokasi adalah suatu program pada jenjang pendidikan tinggi yang mempunyai tugas untuk mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa:

Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program pendidikan akademik, profesi dan/atau vokasi(pasal 20 ayat (3)).

Dahulu istilah yang dipakai untuk menyebut pendidikan vokasi adalah pendidikan non gelar.

E.        PEMBAHASAN

  1. Pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU)

Pendidikan Menengah Universal atau yang bisa disingkat dengan PMU dapat dikatakan sebagai one step ahead. Bagaimana tidak? Ide dasarnya pun sederhana, bahwasanya Pendidikan Menengah Universal (PMU) merupakan sebuah lompatan yang sangat signifikan dalam layanan pendidikan kita.

Dengan adanya kesepakatan untuk melaksanakan Wajib Belajar 12 Tahun pada tahun 2013, Dewan meminta Pemerintah menyegerakan revisi       ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang:

Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.

Revisi yang diharapkan adalah bahwa setiap warga negara yang berusia 7 (tujuh) sampai dengan 18 (delapanbelas) tahun wajib mendapatkan pendidikan. Program wajib belajar 12 tahun ini sangat diharapkan oleh masyarakat luas terutama bagi masyarakat yang tidak mampu.

Dalam hal ini, Pemerintah perlu mengambil langkah strategis untuk mempersiapkan Wajar 12 Tahun atau yang lebih tepat disebut sebagai Pendidikan Menengah Universal (PMU), yaitu pendidikan menengah yang mencakup SMA, MA dan SMK. Pendidikan Menengah Universal (PMU) pada dasarnya merupakan pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh warga negara Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu.

Istilah universal diambil untuk membedakan pengertian wajib belajar yang sudah dijalankan pada jenjang pendidikan dasar 9 tahun. Pengertian universal adalah konsep yang umum digunakan oleh badan dunia (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk memberikan pelayanan umum kepada publik, tanpa harus diminta, yang biasa disebut dengan istilah public service obligation (PSO). Sebuah bentuk pelayanan yang jauh lebih mulia karena tidak perlu diminta tapi disediakan atau dijalankan.

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh, Pendidikan Menengah Universal adalah nama lain dari Wajib Belajar 12 tahun. Menurutnya, kementerian tidak memakai kata wajib karena tidak ada yang mewajibkan. Berbeda dengan program wajib belajar 9 tahun yang merupakan amanah dari Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dimana pada Bab VIII Pasal 34 berbunyi :

(1)   Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.

(2)   Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

(3)   Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yangdiselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

(4)   Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Jadi jelas, untuk Wajib Belajar 9 Tahun diatur dalam undang-undang, sementara Wajib Belajar 12 tahun belum ada undang-undangnya. Tujuan utama PMU adalah meningkatkan kualitas penduduk Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa, peningkatan kehidupan sosial politik serta kesejahteraan masyarakat. Salah satu sasarannya adalah pada tahun 2020 angka partisipasi kasar (APK) pendidikan menengah sekurang-kurangnya mencapai 97%. Tanpa kebijakan PMU, skenario capaian sebesar APK 97% baru akan tercapai pada 2040.

Dengan diadakannya Pendidikan Menengah Universal diharapkan nantinya akan meningkatkan APK pada semua daerah-daerah di Indonesia. Hal ini tentunya dapat memperkecil disparitas antar daerah karena di setiap daerah baik daerah maju maupun terpencil telah dicanangkan wajib belajar 12 tahun.Sasaran yang lain adalah memperkecil disparitas antar daerah. Diakui dengan kondisi yang berbeda antarwilayah, baik menyangkut kondisi geografis maupun kemampuan sosial-ekonomi, distribusi APK pendidikan menengah kita masih sangat timpang antardaerah satu dengan lain. Buktinya, di Indonesia masih banyak daerah-daerah yang APK SM (angka partisipasi kasar sekolah menengah) masih di bawah rata-rata. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut:

Selain itu, sasaran lain yang akan dicapai yaitu memperkuat pelayanan pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi yang dimaksud di sini adalah pendidikan kejuruan di tingkat menengah, bukan pendidikan kejuruan di tingkat perguruan tinggi. Dengan pencanangan Pendidikan Menengah Universal, maka diharapkan lulusan-lulusan di Indonesia akan memiliki SDM yang spesifik dan lebih siap untuk bekerja. Hal ini dapat dilakukan dengan penerapan pendidikan vokasi pada jenjang menengah dengan memperbanyak SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).

Cita-cita mulia mewujudkan program pendidikan menengah 12 tahun tentu harus dijalankan dengan memperhatikan kemampuan fiskal pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah daerah provinsi perlu mengambil peran lebih besar dalam mendukung pembiayaan program ini. Bagaimanapun, pendidikan merupakan investasi jangka panjang.Kita harus optimistis, dalam 10 atau 20 tahun ke depan, anak-anak bangsa siap menyambut “Indonesia Emas”.

Untuk melaksanakan Wajar 12 tahun atau PMU ini, perencanaan kebutuhan antara lain meliputi sarana pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan yang didasarkan pada jumlah dan distribusi penduduk usia pendidikan jenjang menengah di tingkat kabupaten/kota.

Masalah anggaran adalah masalah yang paling penting. Masalah anggaran ini merupakan wilayah kewenangan antara Pemerintah dan DPR RI. Namun pihak Kementerian Dikbud sudah menghitung anggaran yang diperlukan, sekarang ini, minimal yang harus disiapkan kira-kira Rp 21 triyun, dan biaya yang terbesar tersebut dipergunakan untuk pengeluaran dana BOS (bantuan operasional sekolah).

Secara operasional, PMU dilaksanakan kurang lebih sama dengan Wajar 9 Tahun. Untuk menjamin PMU mencapai sasarannya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) tentu akan banyak mengalokasikan dana terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), penyediaan dan peningkatan kualitas guru, serta bantuan untuk siswa yang tidak mampu.

Secara nasional jumlah guru tingkat SMA berlebih tetapi untuk guru SMK (sekolah Menengah Kejuruan) masih kekurangan. Guru SMK yang kurang tersebut guru SMK yang produktif. Guru SMK yang produktif dimaksud adalah guru mengajar keahlian tertentu. Kekurangan tenaga guru tersebut sekarang sedang dipersiapkan oleh Kementerian Dikbud bekerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi. Bahkan, mulai tahun ini Dirjen Dikti (Pendidikan Tinggi) sudah menyiapkan calon-calon guru yang akan dikirim ke SMK – SMK tetapi jumlahnya masih sangat terbatas, namun nanti  kalau anggaran tersedia Kemendikbud akan menyiapkannya secara masif.

PMU merupakan rintisan Program Wajar 12 Tahun. Mulai tahun 2013 rintisan tersebut dimulai. Untuk itu, Pemerintah melalui Kemdikbud terus mematangkan konsep dan strategi pelaksanaan PMU ini, termasuk penganggarannya. Kementerian Dikbud sebenarnya telah membuat skenario pembiayaan untuk pelaksanaan program PMU. Rancangan pembiayaan itu nantinya bersumber dari Pemerintah pusat sebesar 50%, kemudian Pemerintah Daerah propinsi, kabupaten dan kota kira-kira menanggung sekitar 40% tetapi kalau Pemerintah Daerah mampu menanggung 50% maka masyarakat akan tidak terbebani. Tetapi kalau harus masyarakat menyumbang maka sudah ditetapkan hanya diperbolehkan memungut sebesar 10% sehingga masyarakat dari kelas menengah ke bawah tidak terbebani untuk dapat mengikuti program ini.

  1. Kemungkinan Dampak Positif dari Pendidikan Menengah Universal (PMU)

Segala pelaksanaan sistem pasti ada dampaknya. Beberapa dampak positif atau perubahan yang diharapkan dari Pendidikan Menengah Universal (PMU) asalah sebagai berikut:

a)       Terjadi peningkatan akses publik ke SMA/sederajat,

Dengan adanya PMU, peluang masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA/sederajat semakin besar.

b)        Angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMA/sederajat akan makin tinggi,

Hingga 2012 ini, APK SMA/sederajat seacara nasional masih berada di bawah 70%. Dengan adanya PMU, APK ini akan naik menjadi sekitar 97% pada tahun 2020. Hal ini sekaligus merupakan percepatan APK pendidikan menengah. Tanpa PMU atau “Wajar 12 Tahun”, APK sebesar itu baru bisa tercapai pada tahun 2040.

c)        Terjadi penambahan jumlah peserta didik yang berpeluang melanjutkan ke perguruan tinggi,

Hal ini sejalan dengan ditingkatkannya layanan pendidikan tinggi, termasuk akan dibangunnya akademi komunitas (community college) di setiap kabupaten/kota menyusul disahkannya UU Pendidikan Tinggi.

d)        Penyeimbangan antara SMA dan SMK,

Hal ini, akan mengurangi perbedaan jumlah kedua jenis sekolah menengah ini; dan sekaligus menambah jumlah lulusan yang siap kerja terutama dari SMK tanpa mengurangi jumlah yang siap melanjutkan ke perguruan tinggi baik dari SMA maupun SMK.

e)        PMU akan memperbaiki kualitas angkatan kerja,

Pengetahuan dan keterampilan lulusan SMA/SMK lebih memadai ketimbang lulusan SD/SMP. Sedangkan berdasarkan usia, lulusan SMA/SMK lebih siap memasuki dunia kerja.

f)          Mobilitas vertikal para lulusan SMA/SMK juga akan cenderung lebih mudah ketimbang lulusan SD/SMP.

Karena itulah, kehadiran PMU ini boleh dikatakan berada satu langkah di depan (one step ahead) di tengah-tengah dunia pendidikan kita. Menjadi terobosan dalam meningkatkan kualitas SDM bangsa Indonesia; sekaligus memperbaiki kinerja dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

  1. Kemungkinan Dampak Negatif dari Pendidikan Menengah Universal (PMU)

Setiap pelaksanaan kegiatan atau sistem, pasti memiliki akibat atau dampak. Beberapa kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi dari pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU), diantaranya adalah masalah anggaran. Dengan diberlakukannya sistem baru, pastilah ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan. Jika dahulu, pemerintah hanya mencanangkan Wajar 9 tahun, maka pemerintah hanya wajib menganggarkan dana pendidikan khususnya untuk BOS (Bantuan Operasional Sekolah) bagi pendidikan selama 9 tahun yaitu SD dan SMP. Namun, dengan rencana Pendidikan Menengah Universal (PMU), maka pemerintah juga harus menganggarkan dana lebih karena jenjang yang dicakup kini lebih lama yaitu 12 tahun dari SD, SMP samapi SMA/SMK.

 

F.       KESIMPULAN

Pelaksanaan Pendidikan Menengah Universal (PMU) akan dirintis mulai tahun 2013 dengan catatan pemerintah harus mengamandemen Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pelaksanaannya, pemerintah perlu memperhatikan perencanaan kebutuhan antara lain meliputi sarana pendidikan, pendidik dan tenaga kependidikan yang didasarkan pada jumlah dan distribusi penduduk usia pendidikan jenjang menengah di tingkat kabupaten/kota. Hal ini dimaksudkan agar sasaran yang meliputi peningkatan APK, memperkuat layanan pendidikan vokasi dan memperkecil disparsi antar daerah dapat terwujud.

Beberapa perubahan/dampak positif yang diharapkan terjadi setelah pelaksanaan PMU adalah:

a)       Terjadi peningkatan akses publik ke SMA/sederajat,

b)       Angka partisipasi kasar (APK) tingkat SMA/sederajat akan makin tinggi,

c)       Terjadi penambahan jumlah peserta didik yang berpeluang melanjutkan ke perguruan tinggi,

d)      Penyeimbangan antara SMA dan SMK,

e)       PMU akan memperbaiki kualitas angkatan kerja,

f)        Mobilitas vertikal para lulusan SMA/SMK juga akan cenderung lebih mudah ketimbang lulusan SD/SMP.

Sedangkan dari sudut negatifnya, akibat yang mungkin terjadi adalah pemerintah harus menganggarkan dana lebih banyak untuk pendidikan selama 12 tahun dari SD, SMP samapi SMA/SMK.

Tentang Balai TIK Pendidikan

Lihat Juga

PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat

Tinggalkan Balasan